Hutan Aokigahara adalah salah satu hutan paling terkenal dan terangker di Jepang. Terletak di kaki barat laut Gunung Fuji, gunung tertinggi di Jepang. Memiliki luas sekitar 30 kilometer persegi dan ditumbuhi oleh pohon-pohon lebat yang membuatnya gelap dan sunyi. Hutan ini juga dikenal dengan nama lain seperti Jukai (lautan pohon), Hutan Iblis, atau Hutan Bunuh Diri .
Mengapa disebut Hutan Bunuh Diri?
Hutan Aokigahara mendapat julukan Hutan Bunuh Diri karena menjadi lokasi favorit bagi banyak orang Jepang yang ingin mengakhiri hidup mereka. Menurut data statistik, sejak tahun 1970-an hingga 2016, ada lebih dari 2.000 orang yang bunuh diri di hutan ini. Hutan ini menjadi lokasi bunuh diri kedua paling populer di dunia setelah Jembatan Golden Gate di San Francisco, Amerika Serikat.
Ada beberapa alasan mengapa orang memilih hutan ini sebagai tempat bunuh diri. Pertama, hutan ini memiliki suasana yang sepi, gelap, dan dingin yang mungkin sesuai dengan perasaan orang yang depresi. Kedua, hutan ini memiliki sejarah dan legenda yang berkaitan dengan kematian dan roh halus. Konon, hutan ini dulunya menjadi tempat ubur-ubur, yaitu praktik membuang orang tua atau orang sakit ke hutan agar mati kelaparan sebagai cara menghemat sumber daya. Selain itu, ada juga cerita bahwa hutan ini dihuni oleh yurei (hantu) yang menyesatkan atau menggoda orang untuk bunuh diri. Ketiga, hutan ini dipengaruhi oleh buku berjudul Kuroi Jukai (Lautan Pohon Hitam) karya Seicho Matsumoto yang diterbitkan pada tahun 1960. Buku ini menceritakan kisah sepasang kekasih yang bunuh diri bersama di hutan Aokigahara karena cinta mereka ditentang oleh keluarga. Buku ini menjadi sangat populer dan membuat banyak orang terinspirasi untuk melakukan hal yang sama.
Bagaimana kondisi Hutan Aokigahara?
Hutan Aokigahara memiliki kondisi yang unik dan menantang. Hutan ini tumbuh di atas lapisan lahar yang berasal dari letusan Gunung Fuji pada abad ke-9. Lahar adalah campuran material vulkanik dan air yang mengalir seperti sungai saat gunung berapi meletus. Lapisan lahar ini membuat tanah hutan menjadi keras dan berbatu, sehingga sulit untuk menancapkan tenda atau gantungan. Selain itu, lapisan lahar juga mengganggu sinyal kompas dan GPS, sehingga mudah bagi orang untuk tersesat di hutan ini.
Hutan Aokigahara juga memiliki tutupan pohon yang sangat rapat sehingga menyaring cahaya matahari dan suara. Bahkan pada siang hari, hutan ini tetap gelap dan sunyi. Hanya ada sedikit satwa liar yang hidup di hutan ini, seperti burung, tupai, rusa, dan beruang hitam. Karena itu, hutan ini sering disebut sebagai “hutan mati” atau “hutan bisu” oleh orang Jepang.
Di dalam hutan ini, sering ditemukan barang-barang milik orang-orang yang bunuh diri, seperti pakaian, sepatu, tas, surat perpisahan, obat-obatan, pisau, tali, atau tenda. Ada juga pita atau tali yang diikatkan di pohon-pohon sebagai tanda arah bagi orang-orang yang ingin kembali jika mereka berubah pikiran. Namun, tidak semua orang yang masuk ke hutan ini berniat untuk bunuh diri. Ada juga yang sekadar ingin melihat-lihat, berpetualang, atau mencari roh-roh.
Apa yang dilakukan pemerintah Jepang untuk mencegah bunuh diri di Hutan Aokigahara?
Pemerintah Jepang telah melakukan berbagai upaya untuk mencegah bunuh diri di Hutan Aokigahara. Salah satunya adalah dengan memasang papan-papan bertuliskan pesan-pesan positif atau harapan di sekitar pintu masuk hutan, seperti “Hidup Anda berharga”, “Pikirkan lagi tentang keluarga Anda”, atau “Hubungi nomor ini jika Anda membutuhkan bantuan”. Selain itu, pemerintah juga bekerja sama dengan organisasi-organisasi sukarela yang melakukan patroli rutin di hutan untuk mencari dan menolong orang-orang yang berpotensi bunuh diri. Salah satu organisasi tersebut adalah NPO Suicide Prevention Association yang dipimpin oleh Yukio Shige, mantan polisi yang telah menyelamatkan lebih dari 500 orang dari bunuh diri di hutan ini.
Selain itu, pemerintah juga menghentikan publikasi data statistik tentang jumlah korban bunuh diri di hutan ini sejak tahun 2004. Hal ini dilakukan untuk mengurangi efek Werther, yaitu fenomena di mana orang-orang cenderung meniru tindakan bunuh diri yang dilakukan oleh orang lain, terutama yang mendapat perhatian media. Pemerintah juga melarang media untuk memberitakan kasus-kasus bunuh diri di hutan ini secara sensasional atau mendetail.
Apa pesan moral dari Hutan Aokigahara?
Hutan Aokigahara adalah tempat yang menyimpan banyak misteri dan tragedi. Hutan ini menjadi saksi bisu dari penderitaan dan keputusasaan banyak orang yang memilih untuk mengakhiri hidup mereka di sana. Namun, hutan ini juga menjadi tempat bagi orang-orang yang peduli dan berusaha untuk mencegah bunuh diri. Hutan ini mengajarkan kita bahwa hidup itu berharga dan tidak boleh disia-siakan, mengingatkan kita bahwa ada banyak orang yang mencintai dan membutuhkan kita, menantang kita untuk menghadapi masalah-masalah yang kita hadapi dengan cara yang positif, dan juga mengharapkan kita untuk saling membantu dan mendukung satu sama lain.
Hutan Aokigahara bukanlah tempat yang sempurna untuk mati, tetapi tempat yang bisa membuat kita lebih menghargai hidup.